LAPORAN
KEGIATAN OBSERVASI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SLB NEGERI UNGARAN
KECAMATAN UNGARAN BARAT KABUPATEN SEMARANG
Disusun
untuk Memenuhi Tugas Akhir Mata Kuliah Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus
Dosen
Pengampu : Ibu Kurniana Bektiningsih
Oleh :
Nama : Nurul Hamidah
NIM : 1401412023
Rombel : 11
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2014
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1.Latar
Belakang
Anak-anak berkebutuhan khusus, adalah anak-anak yang
memiliki keunikan tersendiri dalam jenis dan karakteristiknya, yang membedakan
mereka dari anak-anak normal pada umumnya.
The National Information Center for Children and
Youth with Disabilities (NICHCY) mengemukakan bahwa “children with special
needs or special needs children refer to children who have disabilities or who
are at risk of developing disabilities”.
Anak berkebutuhan khusus (Heward)
adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya
tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik. Yang
termasuk kedalam ABK antara lain: tunanetra,
tunarungu,
tunagrahita,
tunadaksa,
tunalaras,
kesulitan belajar,
gangguan prilaku,
anak berbakat,
anak dengan gangguan kesehatan. istilah lain bagi anak berkebutuhan khusus
adalah anak luar biasa
dan anak cacat.
Dalam
UUD 1945 pasal 31 Ayat (1)
menyebutkan bahwa : “Setiap warga
negara berhak mendapat pendidikan”. Hal ini menunjukkan bahwa Anak Berkebutuhan
khusus berhak mendapat pendidikan seperti hanya anak-anak normal pada umumnya.
Namun Karena karakteristik dan hambatan yang dimilki, ABK memerlukan bentuk
pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi
mereka. Dalam UU No. 20 tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional juga telah diatur
mengenai pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus yaitu Pasal 32 Ayat (1) : Pendidikan khusus
merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam
mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik,emosional, mental, sosial,
dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.
Pendidikan Anak berkebutuhan khusus juga
diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 04 Tahun 1997 tentang
penyandang cacat pasal 11 yang berbunyi setiap penyandang cacat mempunyai kesamaan
untuk mendapat pendidikan pada satuan, jalur, dan jenjang pendidikan sesuai
jenis dan derajat kecacatan, sedangkan pasal 12 menekankan bahwa setiap lembaga
pendidikan memberikan kesempatan dan perlakuan yang sama kepada penyandang
cacat sebagai peserta didik pada satuan, jalur, jenis dan pendidikan sesuai
dengan jenis dan derajat kecacatannya serta kemampuannya.
Anak
berkebutuan khusus biasanya bersekolah di Sekolah Luar Biasa (SLB) sesuai
dengan kekhususannya masing-masing. SLB bagian A untuk
tunanetra, SLB bagian B untuk tunarungu, SLB bagian C untuk tunagrahita, SLB
bagian D untuk tunadaksa, SLB bagian E untuk tunalaras dan SLB bagian G untuk
cacat ganda.
Di
Negara kita tidak sedikit anak berkebutuhan khusus yang perlu mendapat
perhatian dari semua pihak.Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Prof dr Sunartini, SpA (K), PhD yang
berprofesi sebagai guru besar pada
Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta, diperkirakan antara 3-7 % atau sekitar
5,5-10,5 juta anak usia di bawah 18 tahun menyandang ketunaan atau masuk
kategori anak berkebutuhan khusus. Secara global, tuturnya, diperkirakan ada
370 juta penyandang cacat atau sekitar 7 % populasi dunia, kurang lebih 80 juta
di antaranya membutuhkan rehabilitasi. Dari jumlah tersebut, hanya 10 persen
mempunyai akses pelayanan.
Melihat
dari kenyataan yang ada dilapangan, dimana banyak anak-anak dilingkungan kita
yang perlu mendapatkan pelayanan khusus dan ternyata mereka masih belum
mendapatkannya sesuai dengan hak-hak mereka. Bagi kita calon Guru terutama
sebagai guru pendidikan dasar perlu memahami hal- hal
terkait dengan karakteristik anak berkebutuhan khusus, karenan tidak semuanya
anak yang akan dididik nantinya adalah anak normal, bisa saja ketika menjadi
guru nanti mendapatkan peserta didik yang memiliki dissabilitas. Oleh karena
itu, perlu diadakannya observasi langsung ke SLB untuk melihat dan belajar
langsung tentang anak-anak berkebutuhan khusus sebagai bekal dalam mengajar
nantinya.
1.2.Rumusan
Masalah
1. 2.1
Bagaimana jenis-jenis anak berkebutuhan
khusus (ABK) di SD LB?
1. 2.2
Bagaimana karakteristik anak
berkebutuhan khusus (ABK)?
1. 2.3
Apa saja permasalahan yang dialami anak
berkebutuhan khusus (ABK)?
1. 2.4
Bagaimana layanan dan cara penanganan
bagi anak berkebutuhan khusus (ABK)?
1.3.Tujuan
1. 3.1
Untuk mengetahui jenis-jenis anak
berkebutuhan khusus (ABK) di SD LB.
1. 3.2
Untuk mengetahui karkteristik anak
berkebutuhan khusus (ABK)
1. 3.3
Untuk mengetahui permasalahan yang
dialami anak berkebutuhan khusus (ABK)
1. 3.4
Untuk mengetahui layanan dan cara
penanganan bagi anak berkebutuhan khusus (ABK)
BAB
II
KAJIAN PUSTAKA
KAJIAN PUSTAKA
2. 1
Hakikat Anak Tuna Grahita
Istilah untuk anak tunagrahita bervariasi,
dalam bahasa Indonesia dikenal dengan nama : lemah pikiran, terbelakang mental,
cacat grahita dan tunagrahita.
Dalam bahasa Inggris dikenal dengan
nama Mentally Handicaped, Mentally Retardid. Anak tunagrahita adalah
bagian dari anak luar biasa. Anak luar biasa yaitu anak yang mempunyai
kekurangan, keterbatasan dari anak normal. Sedemikian rupa dari segi: fisik,
intelektual, sosial, emosi dan atau gabungan dari hal-hal tadi, sehingga mereka
membutuhkan layanan pendidikan khusus untuk mengembangkan potensinya secara
optimal.
Jadi anak tunagrahita adalah anak
yang mempunyai kekurangan atau keterbatasan dari segi mental intelektualnya,
dibawah rata-rata normal, sehingga mengalami kesulitan dalam tugas-tugas
akademik, komunikasi, maupun sosial, dan karena memerlukan layanan pendidikan
khusus.
2. 2
Penyebab Kelainan anak tuna grahita
Seseorang
menjadi tunagrahita disebabkan oleh berbagai faktor. Para ahli membagi faktor
penyebab tersebut atas beberapa kelompok.
Strauss
membagi faktor penyebab ketunagrahitaan menjadi dua gugus yaitu endogen dan
eksogen. Faktor endogen apabila letak penyebabnya pada sel keturunan dan
eskogen adalah hal-hal di luar sel keturunan, misalnya infeksi, virus menyerang
otak, benturan kepala yang keras, radiasi, dan lain-lain (Moh. Amin, 1995: 62).
Cara
lain yang sering digunakan dalam pengelompokan faktor penyebab ketunagrahitaan
adalah berdasarkan waktu terjadinya, yaitu faktor yang terjadi sebelum lahir
(prenatal); saat kelahiran (natal), dan setelah lahir (postnatal).
Berikut
ini akan dibahas beberapa penyebab ketunagrahitaan yang sering ditemukan baik
yang berasal dari faktor keturunan maupun faktor lingkungan.
a. Faktor
Keturunan
Penyebab
kelainan yang berkaitan dengan faktor keturunan meliputi hal-hal berikut.
1. Kelainan
kromosom, dapat dilihat dari bentuk dan nomornya. Dilihat dari bentuknya
dapat berupa inversi (kelainan yang menyebabkan berubahnya urutan gene
karena melilitnya kromosom; delesi (kegagalan meiosis, yaitu salah satu
pasangan tidak membelah sehingga terjadi kekurangan kromosom pada salah satu
sel); duplikasi (kromosom tidak berhasil memisahkan diri sehingga
terjadi kelebihan kromosom pada
salah
satu sel yang lain); translokasi (adanya kromosom yang patah dan
patahannya menempel pada kromosom lain).
2. Kelainan
Gene. Kelainan ini terjadi pada waktu mutasi, tidak selamanya tampak dari
luar (tetap dalam tingkat genotif). Ada 2 hal yang perlu diperhatikan untuk
memahaminya, yaitu kekuatan kelainan tersebut dan tempat gena (locus) yang
mendapat kelainan.
b. Gangguan
metabolisme dan gizi
Metabolisme
dan gizi merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan individu
terutama perkembangan sel-sel otak. Kegagalan metabolisme dan kegagalan
pemenuhan kebutuhan gizi dapat mengakibatkan terjadinya gangguan fisik dan
mental pada individu. Kelainan yang disebabkan oleh kegagalan metabolisme dan
gizi, antara lain phenylketonuria (akibat gangguan metabolisme asam
amino) dengan gejala yang tampak berupa: tunagrahita, kekurangan pigmen, kejang
saraf, kelainan tingkah laku; gargoylism (kerusakan metabolisme
saccharide yang menjadi tempat penyimpanan asam mucopolysaccharide dalam hati,
limpa kecil, dan otak) dengan gejala yang tampak berupa ketidaknormalan tinggi
badan, kerangka tubuh yang tidak proporsional, telapak tangan lebar dan pendek,
persendian kaku, lidah lebar dan menonjol, dan tunagrahita; cretinism (keadaan
hypohydroidism kronik yang terjadi selama masa janin atau saat dilahirkan)
dengan gejala kelainan yang tampak adalah ketidaknormalan fisik yang khas dan
ketunagrahitaan.
c. Infeksi dan keracunan
Keadaan
ini disebabkan oleh terjangkitnya penyakit-penyakit selama janin masih berada
dalam kandungan. Penyakit yang dimaksud, antara lain rubella yang mengakibatkan
ketunagrahitaan serta adanya kelainan pendengaran, penyakit jantung bawaan,
berat badan sangat kurang ketika lahir; syphilis bawaan; syndrome gravidity beracun,
hampir pada semua kasus berakibat ketunagrahitaan.
d. Trauma
dan zat radioaktif
Terjadinya
trauma terutama pada otak ketika bayi dilahirkan atau terkena radiasi zat
radioaktif saat hamil dapat mengakibatkan ketunagrahitaan. Trauma yang terjadi
pada saat dilahirkan biasanya disebabkan oleh kelahiran yang sulit sehingga
memerlukan alat bantu. Ketidaktepatan penyinaran atau radiasi sinar X selama
bayi dalam kandungan mengakibatkan cacat mental microsephaly.
e. Masalah
pada kelahiran
f. Masalah
yang terjadi pada saat kelahiran, misalnya kelahiran yang disertai hypoxia yang
dipastikan bayi akan menderita kerusakan otak, kejang, dan napas pendek.
Kerusakan juga dapat disebabkan oleh trauma mekanis terutama pada kelahiran
yang sulit.
g. Faktor lingkungan
Banyak
faktor lingkungan yang diduga menjadi penyebab terjadinya ketunagrahitaan.
Telah banyak penelitian yang dilakukan untuk membuktikan hal ini, salah satunya
adalah temuan Patton & Polloway (1986:188) bahwa bermacam-macam pengalaman
negatif atau kegagalan dalam melakukan interaksi yang terjadi selama periode
perkembangan menjadi salah satu penyebab ketunagrahitaan. Studi yang dilakukan
Kirk (Triman Prasadio, 1982:25) menemukan bahwa anak yang berasal dari keluarga
yang tingkat sosial ekonominya rendah menunjukkan kecenderungan mempertahankan
mentalnya pada taraf yang sama, bahkan prestasi belajarnya semakin berkurang
dengan meningkatnya usia.
Triman
Prasadio (1982: 26) mengemukakan bahwa kurangnya rangsang intelektual yang
memadai mengakibatkan timbulnya hambatan dalam perkembangan inteligensia
sehingga anak dapat berkembang menjadi anak retardasi mental.
2. 3
Klasifikasi anak tuna grahita
1.
Tunagrahita Ringan (Debil)
Anak
tunagrahita ringan pada umumnya tampang atau kondisi fisiknya tidak berbeda
dengan anak normal lainnya, mereka mempunyai IQ antara kisaran 50 s/d 70.
Mereka juga termasuk kelompok mampu didik, mereka masih bisa dididik
(diajarkan) membaca, menulis dan berhitung, anak tunagrahita ringan biasanya
bisa menyelesaikan pendidikan setingkat kelas IV SD Umum.
2.
Tunagrahita Sedang atau Imbesil
Anak
tunagrahita sedang termasuk kelompok latih. Tampang atau kondisi fisiknya sudah
dapat terlihat, tetapi ada sebagian anak tunagrahita yang mempunyai fisik
normal. Kelompok ini mempunyai IQ antara 30 s/d 50. Mereka biasanya
menyelesaikan pendidikan setingkat ke;las II SD Umum.
3.
Tunagrahita Berat atau Idiot
Kelompok ini
termasuk yang sangat rendah intelegensinya tidak mampu menerima pendidikan
secara akademis. Anak tunagrahita berat termasuk kelompok mampu rawat, IQ
mereka rata-rata 30 kebawah. Dalam kegiatan sehari-hari mereka membutuhkan
bantuan orang lain.
4.
Karakteristik anak tuna grahita
Karakteristik
anak tunagrahita secara umum berdasarkan adaptasi dari James D. Page (Suhaeri,
HN: 1979) sebagai berikut.
1.
Akademik
Kapasitas
belajar anak tunagrahita sangat terbatas, lebih-lebih kapasitasnya mengenai
hal-hal yang abstrak. Mereka lebih banyak belajar dengan membeo (rote
learning) dari pada dengan pengertian. Dari hari ke hari mereka membuat
kesalahan yang sama. Mereka cenderung menghindar dari perbuatan berpikir.
Mereka mengalami kesukaran memusatkan perhatian, dan lapang minatnya sedikit.
Mereka juga cenderung cepat lupa, sukar membuat kreasi baru, serta rentang
perhatiannya pendek.
2.
Sosial/Emosional
Dalam
pergaulan, anak tunagrahita tidak dapat mengurus diri, memelihara dan memimpin
diri. Ketika masih muda mereka harus dibantu terus karena mereka mudah
terperosok ke dalam tingkah laku yang kurang baik. Mereka cenderung bergaul
atau bermain bersama dengan anak yang lebih muda darinya. Kehidupan
penghayatannya terbatas. Mereka juga tidak mampu menyatakan rasa bangga atau
kagum. Mereka mempunyai kepribadian yang kurang dinamis, mudah goyah, kurang
menawan, dan tidak berpandangan luas. Mereka juga mudah disugesti atau
dipengaruhi sehingga tidak jarang dari mereka mudah terperosok ke hal-hal yang
tidak baik, seperti mencuri, merusak, dan pelanggaran seksual.
3.
Fisik/Kesehatan
Baik struktur maupun fungsi tubuh pada umumnya anak
tunagrahita kurang dari anak normal. Mereka baru dapat berjalan dan berbicara
pada usia yang lebih tua dari anak normal. Sikap dan gerakannya kurang indah,
bahkan diantaranya banyak yang mengalami cacat bicara. Pendengaran dan
penglihatannya banyak yang kurang sempurna. Kelainan ini bukan pada organ
tetapi pada pusat pengolahan di otak sehingga mereka melihat, tetapi tidak
memahami apa yang dilihatnya, mendengar, tetapi tidak memahami apa yang
didengarnya.
Karakteristik
anak tunagrahita menurut tingkat ketunagrahitaannya.
1.
Karakteristik
Tunagrahita Ringan
Meskipun
tidak dapat menyamai anak normal yang seusia dengannya, mereka masih dapat
belajar membaca, menulis, dan berhitung sederhana. Pada usia 16 tahun atau
lebih mereka dapat mempelajari bahan yang tingkat kesukarannya sama dengan
kelas 3 dan kelas 5 SD. Kematangan belajar membaca baru dicapainya pada umur 9
tahun dan 12 tahun sesuai dengan berat dan ringannya kelainan. Kecerdasannya
berkembang dengan kecepatan antara setengah dan tiga per empat kecepatan anak
normal dan berhenti pada usia muda. Perbendaharaan katanya terbatas, tetapi
penguasaan bahasanya memadai dalam situasi tertentu. Mereka dapat bergaul dan
mempelajari pekerjaan yang hanya memerlukan semi skilled. Sesudah dewasa
banyak di antara mereka yang mampu berdiri sendiri. Pada usia dewasa
kecerdasannya mencapai tingkat usia anak normal 9 dan 12 tahun.
2.
Karakteristik
Tunagrahita Sedang
Anak
tunagrahita sedang hampir tidak bisa mempelajari pelajaran-pelajaran akademik.
Perkembangan bahasanya lebih terbatas daripada anak tunagrahita ringan. Mereka
berkomunikasi dengan beberapa kata. Mereka dapat membaca dan menulis, seperti
namanya sendiri, alamatnya, nama orang tuanya, dan lain-lain. Mereka mengenal
angka-angka tanpa pengertian. Namun demikian, mereka masih memiliki potensi
untuk mengurus diri sendiri. Mereka dapat dilatih untuk mengerjakan sesuatu
secara rutin, dapat dilatih berkawan, mengikuti kegiatan dan menghargai hak
milik orang lain. Sampai batas tertentu
mereka selalu membutuhkan pengawasan, pemeliharaan, dan bantuan orang lain.
Tetapi mereka dapat membedakan bahaya dan bukan bahaya. Setelah dewasa
kecerdasan mereka tidak lebih dari anak normal usia 6 tahun. Mereka dapat
mengerjakan sesuatu dengan pengawasan.
3.
Karakteristik
Anak Tunagrahita Berat dan Sangat Berat
Anak
tunagrahita berat dan sangat berat sepanjang hidupnya akan selalu tergantung
pada pertolongan dan bantuan orang lain. Mereka tidak dapat memelihara diri
sendiri (makan, berpakaian, ke WC, dan sebagainya harus dibantu). Mereka tidak
dapat membedakan bahaya dan bukan bahaya. Ia juga tidak dapat bicara kalaupun
bicara hanya mampu mengucapkan kata-kata atau tanda sederhana saja.
Kecerdasannya walaupun mencapai usia dewasa berkisar, seperti anak normal usia
paling tinggi 4 tahun. Untuk menjaga kestabilan fisik dan kesehatannya mereka
perlu diberikan kegiatan yang bermanfaat, seperti mengampelas, memindahkan
benda, mengisi karung dengan beras sampai penuh
2.5.
Pendidikan bagi anak Tuna grahita
Sama
halnya dengan anak normal, anak tunagrahita membutuhkan pendidikan. Pendidikan
dapat membantu pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan potensi yang dimiliki
oleh individu. Anak tunagrahita sebagaimana manusia lainnya, bahwa mereka dapat
dididik (homo educable) dan dapat mendidik (homo educandum).
Tujuan
pendidikan yang hendak dicapai oleh tunagrahita tidak berbeda dengan tujuan
pendidikan pada umumnya, sebab anak tunagrahita itu sendiri lahir di
tengah-tengah masyarakat. Namun tujuan itu bukanlah tujuan yang eksklusif
karena diperlukan penyesuaian tertentu dengan tingkatan kemampuan mereka.
Tujuan yang terletak di luar jangkauan kemampuan anak tunagrahita tidak perlu
dipaksakan harus dikuasai oleh anak tunagrahita.
Untuk itu
diperlukan usaha merumuskan tujuan khusus pendidikan anak tunagrahita. Tujuan
pendidikan anak tunagrahita, seperti yang diungkapkan oleh Kirk (1986) adalah
(a) Dapat mengembangkan potensi dengan sebaik-baiknya; (b) Dapat menolong diri,
berdiri sendiri dan berguna bagi masyarakat; (c) Memiliki kehidupan lahir batin
yang layak.
Tujuan
pendidikan anak tunagrahita dikemukakan oleh Suhaeri HN (1980) sebagai berikut.
a. Tujuan
pendidikan anak tunagrahita ringan adalah (1) agar dapat mengurus dan membina
diri; (2) agar dapat bergaul di masyarakat; dan (3) agar dapat mengerjakan
sesuatu untuk bekal hidupnya.
b. Tujuan
pendidikan anak tunagrahita sedang adalah (1) agar dapat mengurus diri, seperti
makan minum, berpakaian, dan kebersihan badan; (2) agar dapat bergaul dengan
anggota keluarga dan tetangga, serta (3) agar dapat mengerjakan sesuatu secara
rutin dan sederhana.
c. Tujuan
pendidikan anak tunagrahita berat dan sangat berat adalah (1) agar dapat
mengurus diri secara sederhana (memberi tanda atau kata-kata apabila
menginginkan sesuatu, seperti makan), (2) agar dapat melakukan kesibukan yang
bermanfaat (misalnya mengisi kotak-kotak dengan paku); (3) agar dapat
bergembira (seperti berlatih mendengarkan nyanyian, menonton TV, menatap mata
orang yang berbicara dengannya).
Berdasarkan
Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 bahwa setiap warga negara berhak untuk
mendapatkan pengajaran. Demikian halnya dengan anak tunagrahita berhak untuk
mendapatkan pendidikan. Sekolah-sekolah untuk melayani pendidikan anak
luarbiasa (tunagrahita) yaitu Sekolah Luar Biasa (SLB) atau sekolah
berkebutuhan khusus. Sekolah Luar Biasa untuk anak tunagrahita dibedakan
menjadi :
1.
SLB – C untuk Tunagrahita ringan
2.
SLB – C1untuk Tunagrahita sedang
3.
Untuk Tunagrahita berat biasanya berbentuk panti plus
asramanya
BAB
III
HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1.
Hasil Observasi
1.
PROFIL SEKOLAH
a.
Nama sekolah : SLB Negeri Ungaran
b.
Provinsi : Jawa Tengah
c.
Kabupaten : Kabupaten Semarang
d.
Kecamatan : Ungaran Barat
e.
Desa : Genuk
f.
Jalan : Kyai Sono Nomor 2
g.
Kode Pos : 50512
h.
Telepon : (024) 7691 4443
i.
Email
:
slbnungaran@yahoo.com
j.
Status Sekolah : Negeri
k.
Tahun Berdiri : 2008
l. Visi Sekolah :
“Terwujudnya pelayanann yang optimal bagi anak berkebutuhan khusus agar
mandiri dapat berperan serta dalam kehidupan bermasyarakat yang dilandasi Iman
dan Takwa”.
m. Misi
Sekolah :
1. Membentuk kepribadian anak berbudi luhur beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
2. Memberikan Pelayanan pendidikan bagi Anak
Berkebutuhan Khusus sesuai dengan kemampuan dan potensi yang dimiliki secara
optimal
3. Memberikan pelatihan dan keterampilan sebagai bekal
hidup mandiri ditengah masyarakat
n.
Tujuan
Berlandaskan
pada visi dan misi yang telah ditetapkan, maka tujuan pendidikan SLB
Negeri Ungaran adalah :
1.Menjadikan siswa berakhlak mulia dan
betagwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2.Siswa memiliki dasar-dasar
pengetahuan,kemampuan, dan ketrampilan untuk melanjutkan kejenjang pendidikan
yang lebih.
3.Mewujudkan lembaga pendidikan yang bermutu sehingga mampu mengembangkan
sikap, pengetahuan dan keterampilan sebagai pribadi maupun anggota masyarakat.
4.Mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan, sosial, budaya, dan alam
sekitar secara optimal untuk dapat
mengembangkan kemampuan dalam dunia kerja.
o.
Jenis Anak Berkebutuhan Khusus yang
terdapat di SLB N Ungaran
A = Tunanetra
B = Tunarungu
C = Tunagrahita Ringan
C1 = Tunagrahita Sedang
D1 = Tunadaksa Sedang
E = Tunalaras
Autis
A = Tunanetra
B = Tunarungu
C = Tunagrahita Ringan
C1 = Tunagrahita Sedang
D1 = Tunadaksa Sedang
E = Tunalaras
Autis
2.
FASILITAS SLB Negeri Ungaran
A. Fasilitas Sekolah
Untuk
menunjang proses pembelajaran diperlukan berbagai macam sarana penunjang antara
lain adalah :
- Gedung
sekolah terdiri dari :
·
Ruang Belajar SDLB, SMPLB dan SMALB
·
Ruang Kepala sekolah
·
Ruang Wakil Kepala Sekolah
·
Ruang guru
·
Ruang Tamu
·
Ruang UKS
·
Ruang Perpustakaan
·
Ruang Tata Usaha
·
Ruang Keterampilan
·
Ruang Kesenian
·
Ruang Salon
·
Ruang Tata Boga
·
Lapangan Basket
·
Bak Pasir Lompat Jauh
·
Kantin
·
Sekretariat Komite
·
Dapur
·
Asrama SLB
Gedung ini bersifat permanen dan merupakan milik sendiri
B. Perlengkapan/Alat Peraga
Bermacam-macam
alat peraga yang kebanyakan merupakan droping dari pemerintah. Meskipun ada
yang usaha sendiri. Di dalam kelas juga terdapat gambar peraga seperti gambar
pahlawan, gambar presiden, peta, huruf cetak dan lain-lain. Alat peraga setiap
kelas berbeda tergantung dari ketunaannya. Di kelas-kelas juga ditempel hasil
kerja dan kreatifitas siswa.
C. Kepegawaian
Dalam
menyelenggarakan kegiatan pembelajaran di SLB ada beberapa tenaga pengajar dan
Kepala Sekolah. SLB Negeri Sukoharjo dipimpin oleh seorang kepala sekolah yang
sangat gigih dan berdisiplin tinggi. Dalam pelaksanaan pembelajarannya kepala
sekolah dibantu guru-guru yang cukup handal dan profesional
DATA PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
TAHUN 2013/2014
No
|
Nama
|
Jabatan
|
L/P
|
|
1
|
H. Anggaru,
S.Pd
|
Kepala Sekolah
|
L
|
|
2
|
Ahmad, S.Pd
|
Wakil Kepala
Sekolah
|
L
|
|
3
|
Dra. Siti
Maria
|
Tata USaha
|
P
|
|
4
|
Lilik Widawati, S.IP
|
Koordinator Sarana
dan Prasarana
|
P
|
|
5
|
Sri Aria Wiyana W, S.Pd
|
Koordinator
Bidang Kurikulum
|
L
|
|
6
|
Paryanta, S.Pd
|
Koordinator
Bidang Pembinaan Kesiswaan
|
L
|
|
7
|
Sutrisno, S.Pd
|
Koordinator
Bidang Hubungan Kerjasama Masyarakat
|
L
|
|
8
|
Ida Ayu Putu W, S.Pd
|
Koordinator
Jenjang TKLB
|
P
|
|
9
|
Suharto, S.Pd
|
Koordinator
Jenjang SDLB
|
L
|
|
10
|
Tri Maryanti, S.Pd
|
Koordinator
Jenjang SMPLB
|
P
|
|
11
|
M. Kuri, S.Pd
|
Koordinator
Jenjang SMALB
|
L
|
|
12
|
Hartini, S.Pd
|
Koordinator
Program Khusus Tuna Netra
|
P
|
|
13
|
Suharni, S.Pd
|
Koordinator
Program Khusus Tuna Rungu
|
P
|
|
14
|
Suyati, S.Pd
|
Koordinator
Program Khusus Tuna Grahita
|
P
|
|
15
|
Siti Suminah. S-GPLB
|
Koordinator
Program Khusus Tuna Daksa
|
P
|
|
16
|
Al Sudaryatno, S.Pd
|
Koordinator
Program Khusus Tuna Laras
|
L
|
|
17
|
Lin Apriyana
|
Koordinator
Program Khusus Tuna Ganda
|
P
|
|
18
|
Sri Dwisa Yuniati, S.Pd
|
Koordinator
Program Khusus Autis
|
P
|
D. Keadaan Siswa
Di
SDLB Negeri Ungaran terdapat 117
anak didik dengan klasifikasi 2 anak tunanetra, 33 anak tunarungu wicara, 28
anak tunagrahita ringan 49 anak tuna grahita sedang, dan 2 anak tunadaksa, 1
anak tuna laras dan 2 anak autis.
Ketunaan
|
Kelas
|
Jumlah
|
|||||
I
|
II
|
III
|
IV
|
V
|
VI
|
||
Tuna
Netra
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
2
|
2
|
Tuna
Rungu Wicara
|
3
|
6
|
3
|
6
|
11
|
4
|
33
|
Tuna
Grahita Ringan
|
4
|
7
|
7
|
3
|
2
|
4
|
28
|
Tuna
Grahita Sedang
|
3
|
16
|
6
|
8
|
7
|
9
|
49
|
Tuna
Daksa
|
-
|
-
|
-
|
1
|
-
|
1
|
2
|
Tuna
Laras
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
1
|
1
|
Autis
|
-
|
-
|
1
|
-
|
-
|
1
|
2
|
Jumlah
|
10
|
29
|
17
|
18
|
20
|
22
|
117
|
4.
Hasil Wawancara
1. Narasumber
a. Nama :
Siti Suminah
b. Jenis Kelamin :
Perempuan
c. Usia :
54
d. Agama :
Kristen
e. Pendidikan Terakhir :
S-GPLB
2. Intrumen
Wawancara
a.
Jenis ABK di SLB Negeri Ungaran
Pertanyaan : Apa saja jenis Anak berkebutuhan yang
ada di SLB Ungaran ini?
Jawaban : Ada 7 jenis Anak Berkebutuhan
Khusus, tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa , tuna Laras, Tuna Ganda
dan yang terakhir autisme. Sebagian Besar dari mereka menderita Tuna Grahita
Sedang.
b.
Identifikasi Pembagian Kelas
Pertanyaan : Bagaimana Sistem Pembagian Kelas di
SLB ini?
Jawaban : Pembagian Kelasnya diatur
berdasarkan jenjang mulai dari TK- SD, SMP dan SMA. Jadi dalam satu kelas
terdiri dari beberapa tuna. Namun sebagian besar menderita tuna grahita dan
untuk tuna yang lain hanya beberapa siswa sehingga tidak menyulitkan.
c.
Identifikasi Pegawai dan Tenaga Pendidik
1.
Pertanyaan :
Apa saja pegawai dan tenaga khusus yang melayani anak berkebutuhan Khusus di
SLB ini?
Jawaban : Pegawai di SLB ini terdiri
dari Guru, Psikolog, Guru Keterampilan, Guru Kesenian.
2.
Pertanyaan : Hal-hal apa saja yang belum terpenuhi dari segi
kepegawaian?
Jawaban : Pemerintah kurang memperhatikan.
Dimana di SLB ini terdiri dari TK, SD, SMP, dan SMA. Seharusnya terdapat jumlah
guru yang sesuai. Namun karena keterbatasan jumlah guru, jadi banyak guru yang
merangkap tugas. Selain itu belum ada petugas terai khusus di setiap tuna jadi
belum ada program terapi. Dan juga masih dibutuhkan guru tari.
3.
Pertanyaan : Hal-hal apa saja yang sudah dilakukan untuk mengatasi
hal tersebut?
Jawaban
: Sudah berulang kali, dari
pihak sekolah mengajukan permintaan guru kepada pemerintah dinas terkait. Baik
dipemerintah daerah Kabupaten Semarang dan juga Pemerintah Dinas Pendidikan
Propinsi Jawa Tengah. Namun belum ada tindak lanjut dari pemerintah. Karena itu
kami menerima GTT untuk melengkapi kekurangan guru yang kami miliki.
Para GTT ini bekerja sukarela tanpa gaji. Namun untuk tahun depan ada wacana
untuk GTT menerima gaji setara UMR daerah.
d. Waktu
Jam Belajar
Pertanyaan : Untuk SDLB, berapa lama jam belajar siswa?
Jawaban : Untuk Kelas 1 dan Kelas 2, mulai
pukul 07.30 WIB- 09.30 WIB. Untuk Kelas 3-6, mulai pukul 07.30 WIB – 11.30 WIB.
Maksimal jam belajar sampai jam 12.00 WIB
e.
Kurikulum yang digunakan
Pertanyaan : Bagaimana kurikulum yang digunakan di SDLB negeri Ungaran ini?
Jawaban : Kami masih menggunakan kurikulum lama.
Walaupun sekarang sudah dicanangkan kurikulum 2013. Namun untuk pengaplikasian
kurikulum 2013 untuk SDLB dilaksanakan setelah kurikulum di SD terlebih dahulu.
Jadi untuk saat ini belum. Bahkan kemarin salah satu guru di SLB ini mendapat
tugas menyusun buku Guru dan Buku Siswa untuk SDLB dalam kurikulum 2013.
f.
Identifikasi Upaya pengembangan potensi
Pertanyaan : Kegiatan apa saja yang dilakukan untuk
mengembangkan potensi peserta didik?
Jawaban : Disekolah ini, dikembangkan
keterampilan dan kesenian. Untuk keterampilan meliputi keterampilan menjahit,
keterampilan salon dan keterampilan aksesoris. Untuk kesenian kami masih belum
memiliki guru tari sehingga belum berjalan optimal. Keterampilan ini ditujukan
untuk siswa SMA. Dan untuk SDLB dikembangkan keterampilan menggambar dengan
dibina oleh guru tersendiri.
g.
Identifikasi ciri-ciri ABK
Pertanyaan : Bagaimana cara mengidentifikasi
ciri-ciri anak berkebutuhan khusus? Apakah sebelum masuk ke SLB ini harus di
test terlebih dahulu?
Jawaban : Tentunya, sebelum masuk ke SLB
ini peserta didik di test dulu sesuai dengan ciri masing-masing, dan nanti
dilakukan pengklasifikasian sesuai dengan ketunaannya. Anak-anak berkebutuhan
khusus itu setiap jenisnya memiliki ciri yang berbeda-beda, baik dari fisik dan
dari tingkah laku. Apalagi tingkat IQ nya. Untuk anak tunanetra, dia tidak
mampu melihat, biasanya bagian bola mata yang hitam berwarna
keruh/bersisik/kering, atau kerusakan nyata pada kedua bola matanya.
Anak
tunarungu cirinya adalah secara nyata tidak dapat mendengar, tingkat
pendengaran berbeda-beda setiap anak, sering menggunakan isyarat dalam
berkomunikasi menggunakan tangan atau mulutnya, sukar jika diajak bicara, kata
yang diucapkan tidak jelas dan suara yang dihasilkan sama dan aneh.
Anak
tunagrahita cirinya adalah berfikir lambat, bentuk fisik kadang ada yang tidak
seimbang, perkembangan bahasanya lambat.
Anak
tunadaksa cirinya adalah IQ rendah, adanya kelumpuhan pada bagian tubuh/otot,
susah bergerak, sebagian besar anak
tunadaksa
disini adalah tergolong ke CP(Cerebral Palsy) a. Anak tuna laras memiliki ciri Tidak mau
bergaul dan menyendiri, Melarikan diri dan bertanggung jawab, menyakitan orang
lain atau sebaliknya,ingin di puji, tak pernah menyulitkan orang lain, penakut dan
kurang pencaya diri, Tidak mempunyai insiatif dan tertanggung jawab, kurangnya
keberani-an dan sangat tergantung pada orng lain, Agresif terhadap diri
sendiri,curiga,acuh tak acuh, banyak mengkhayal.
Anak Autis cirinya adalah suka melakukan sesuatu berulang-ulang, sikap anak yang satu dan lainnya berbeda.
Anak Autis cirinya adalah suka melakukan sesuatu berulang-ulang, sikap anak yang satu dan lainnya berbeda.
h.
Identifikasi Proses Pembelajaran
1.
Pertanyaan : Berapa Jumlah siswa yang Ibu ajar di kelas VI dan jenis ABK
apa saja yang ada di kelas VI ini?
Jawaban : Di kelas VI jumlah siswanya ada 22
anak. Sebagian besar Mereka menderita
tuna grahita sedang dan tuna grahita ringan.
2.
Pertanyaan : Bagaimana Ibu membedakan antara anak penderita tunagrahita
sedang dan tunagrahita ringan?
Jawaban : Untuk membedakannya dapat dilihat
dari ciri-ciri dan tingkah laku yang diperlihatkan anak.
3.
Pertanyaan : Media apa saja yang ibu gunakan ketika mengajar mereka?
Jawaban : Media pembelajaran
yang digunakan pada pendidikan anak tunagrahita tidak berbeda dengan media yang
digunakan pada pendidikan anak biasa sama seperti sekolah pada umumnya.
Misalnya Pada pembelajaran ipa, ipa yang diajarkan sangat sederhana, namun
kebanyakan yang sudah diajarkan butuh pengulangan pengajaran kembali karena
keterbatasan pemikiran mereka.
4.
Pertanyaan :
Metode apa yang diterapkan agar anak-anak dapat mengerti materi yang ibu
sampaikan dengan baik?
Jawaban : Materi dapat dikurangi atau
diturunkan tingkat kesulitannya seperlunya, atau bahkan dihilangkan bagian
tertentu. Hal ini disesuaikan dengan
tingkat pemikiran anak. Saya tidak boleh memaksa anak untuk duduk diam mengerjakan latihan karena
anak-anak ini mereka gampang bosan. Belajar sesuai dengan keinginan mereka.
Namun sebisa mungkin saya tetap memberikan nasehat-nasehat agar mereka
tetap mau belajar.
5.
Pertanyaan : Hambatan dan kendala apa saja yang ibu rasakan saat
menangani mereka dikelas?
Jawaban : Hambatan dan kendalanya adalah
sulitnya komunikasi antara guru dan murid yang mengakibatkan lamanya
pembelajaran, karena anak tunagrahita memang memiliki IQ rendah, dengan tingkat IQ yang berbeda-beda menjadi
penghambat dalam proses pembelajaran.
6.
Pertanyaan : Bagaimana cara menangani hambatan dan kendala yang Ibu
alami saat mengajar di kelas?
Jawaban : Ya harus sabar menghadapi dan
mengajarkan materi kepada anak-anak. Misalnya dalam mengajar matematika, harus
melalui dua metode untuk anak tuna grahita sedang dan tuna grahita berat.
Karena mereka terkadang gampang bosan dan bermain semaunya sendiri harus dilakukan
juga layanan individu dan layanan sosial kepada setiap anak. Dan mereka diberi
pengertian dan pengarahan bahwa mereka sama dengan yang lainnya.
7.
Pertanyaan : Bagaimana sistem evaluasi yang dilaksanakan untuk
mengukur tingkat kemampuan anak?
Jawaban : Menggunakan test. Namun hanya
dengan bentuk pilihan ganda atau jawaban isian yang sudah ada pilihan
jawabannya. Karena mereka sulit untuk bepikir menemukan jawaban sendiri. Hanya
2 siswa yang sudah bisa berpikir jawaban sendiri. Karena sebagian dari mereka
masih ada yang belum bisa membaca dan ada yang belum bisa menulis.
3.2.Pembahasan
Ibu Siti Suminah mengajar di Kelas
VI SDLB Negeri Ungaran. Dikelas VI ini anak-anak menderita tuna grahita sedang
dan tunagrahita berat. Untuk membedakan diantara kedua jenis tunagrahita ini,
yang dilakukan Ibu Suminah adalah dengan mengamati ciri-ciri yang ada dalam
diri anak.
Ciri-ciri dari segi Fisik (Penampilan) :
·
Hampir sama dengan anak normal
·
Kematangan motorik lambat
·
Koordinasi gerak kurang
·
Anak tunagrahita berat dapat kelihatan
Ciri-ciri dari segi intelektual :
·
Mereka sulit memahami hal- hal yang bersifat akademik.
·
Anak tunagrahita sedang kemampuan belajarnya paling
tinggi setaraf anak normal usia 7, 8 tahun IQ antara 30 – 50
·
Anak tunagrahita berat kemampuan belajarnya setaraf
anak normal usia 3 – 4 tahun, dengan IQ 30 ke bawah.
Ciri-ciri
dari segi Sosial dan Emosi
·
Suka menyendiri
·
Mudah dipengaruhi
·
Kurang dinamis
·
Kurang pertimbangan/kontrol diri
·
Kurang konsentrasi
·
Tidak dapat memimpin dirinya maupun orang lain.
Salah seorang anak yang menderita
tunagrahita ringan di SDLB Negeri Ungaran saya saya temui berusian 12 tahun dan duduk di Kelas VI. Dia
anak kedua dari 2 bersaudara. Dia adalah seorang anak yatim yang ditinggal
ibunya dalam kecelakaan. Penyebab
ketunaan yang dialami karena faktor kecelakaan hebat yang menimpa si anak dan
Ibunya sampai ibunya meninggal dunia. Kecelakaan yang menimpanya membuat daya
kerja otaknya menurun, dan meninggalnya ibunya menyebabkan depresi yang hebat
sehingga menyebabkan si anak terganggu mentalnya.
Pulang dan berangkat sekolah selalu
diantar dan dijemput oleh kakak laki-lakinya. Secara sepintas dia terlihat
seperti anak normal. Karena memang ketunaannya tidak karena dari lahir. Tapi
terkadang dia suka bermain sendiri, berbicara sendiri.
Dalam
mengajar anak grahita, Ibu Siti dengan sabar mengatur murid-murid untuk
mengikuti pelajaran. Terkadang Suasana kelas mudah berubah menjadi kurang teratur karena murid-murid mudah bosan
sehingga mereka sering melakukan kegiatan yang berbeda-beda di kelas. Bu Siti
harus mengatur siswa-siswanya satu persatu, memperhatikannya dan
mendampinginya. Beliau tidak memaksa anak untuk duduk diam mengerjakan latihan
ketika anak merasa bosan. Kelonggaran
seperti istirahat atau pulang terlebih dahulu juga diberikan agar anak tidak
jenuh belajar dan datang ke sekolah
Dalam
mengajar Bu siti juga mengalami beberapa tantangan seperti menahan emosi ketika
menghadapi anak yang sangat susah diatur, mencoba berbagai kreativitas dan
permainan baru ketika anak mulai merasa jenuh untuk belajar, dan memerlukan
tenaga ekstra dalam menghadapi anak-anak. Dalam pelajaran matematika misalnya
beliau harus mengajar dengan sabar dengan dua cara untuk anak tuna grahita
sedang dan anak tuna grahita berat.
Berdasarkan
hasil pengamatan menurut saya, Interaksi antara murid terlihat sangat baik,
secara sekilas mereka terlihat seperti anak normal lainnya. Hanya saja ketika
sudah memasuki jam pelajaran, mereka memang anak yang berbeda. Pada awalnya, mereka
antusias mengikuti pembelajaran , setelah beberapa saat mereka mulai kembali
lagi berperilaku sesuai dengan keinginan mereka masing-masing. Sering muncul
pertengkaran kecil diantara mereka. Namun Ketika mereka saling bertengkar,
mereka akan cepat melupakan masalahnya.
Selain
memiliki tantangan, bagi beliau mengajar anak ABK cukup menarik karena ia dapat
mengerti mengenai berbagai sifat-sifat yang tidak ia temui di masyarakat luas, ia
juga senang ketika berhasil menangani anak-anak tuna grahita. Dalam mengajar
anak tuna grahita, Ibu Siti tidak
memiliki metode khusus hanya ia selalu mencari ide-ide baru seperti belajar di
taman agar anak tidak merasa bosan. Menurut beliau, seorang anak tuna grahita
terutama yang masih anak-anak, belum dapat mandiri sehingga masih harus selalu
mendapat bimbingan orang tua dan guru. Bagi beliau, anak grahita sama seperti
anak lainnya. Mereka juga memiliki kesempatan untuk menjadi seperti anak normal
lainnya
3.3.Refleksi
Banyak
pengalaman dan ilmu baru yang didapat dari SLB terutama berkaitan dengan
anak-anak berkebutuhan khusus baik dari segi pendidikan, sosial, maupun
perkembangan. Ini adalah pertama kalinya kunjungan ke SLB. Senang rasanya dapat
berkumpul bersama mereka walau hanya beberapa jam saja. Ternyata anak-anak
berkebutuhan khusus ini memiliki rasa percaya diri, solidaritas, dan keakraban
yang tinggi antar sesama. Dan ketika pertama kali bertemu dengan orang baru
mereka tanpa rasa canggung mengajak berkenalan, berkomunikasi dan bermain
bersama sesuai dengan kemampuan mereka.
Hal yang tak terduga sebelumnya. Berinteraksi
dengan mereka sangat berkesan. Meskipun sulit untuk memahami dan merespon
dengan cara berkomunikasi mereka.
Dari
hal tersebut dapat diambil pelajaran
bahwa kita harus percaya diri dan tidak boleh merasa minder dengan kekurangan yang kita
miliki. . Dan bahwa setiap orang yang
memiliki kekurangan juga memiliki kelebihan yang luar biasa seperti anak-anak
di SLB ini.
Observasi ini juga menambah
pengalaman baru bagi penulis. Yaitu Motivasi mengajar dari guru- guru yang sangat
tulus dan dijalani dengan ikhlas menunjukkan sikap kedewasaan tingkat tinggi
yang layak diteladani dalam melayani sesama. Bahkan tak sedikit dari mereka
yang secara sukarela tanpa gaji untuk mengajar anak-anak yang membutuhkan
pelayanan khusus ini. Sungguh pantas mereka mendapat gelar pahlawan tanpa tanda
jasa.
BAB
IV
PENUTUP
PENUTUP
4.1.
Simpulan
Anak
tunagrahita adalah anak yang mempunyai kekurangan atau keterbatasan dari segi
mental intelektualnya, dibawah rata-rata normal, sehingga mengalami kesulitan
dalam tugas-tugas akademik, komunikasi, maupun sosial, dan karena memerlukan
layanan pendidikan khusus. Salah seorang anak yang menderita tunagrahita ringan
di SDLB Negeri Ungaran berusian 12 tahun dan duduk di Kelas VI. Penyebab
ketunaan yang dialami karena faktor kecelakaan hebat yang menimpa si anak dan
Ibunya sampai ibunya meninggal dunia dan menyebabkan si anak terganggu
mentalnya. Meskipun tidak dapat menyamai anak normal yang seusia dengannya, dia
masih dapat belajar membaca, menulis, dan berhitung sederhana.
Bentuk
Pelayanan yang diberikan di SDLB Ungaran sudah baik meliputi pengembanagn
kesenian, keterampilan dengan fasilitas yang memadai serta guru-guru dalam
bidangnya. Selain itu juga tiap kelas ada petugas psikologis yang membantu guru
saat pembelajaran.
4.2.
Saran
Sebagai
calon guru, sudah sepantasya kita peduli dengan anak- anak disekeliling kita.
Berikan hak-hak anak-anak berkebutuhan khusus semaksimal mungkin seperti halnya
anak normal. Bersama-sama dengan orang tua hendaknya kita Memberikan
perhatian khusus kepada anak berkebutuhan khusus agar membantu mereka untuk mengoptimalkan kemampuan yang
dimilikinya dengan mendukung kegiatan yang positif bagi anak ABK.
.
DAFTAR
PUSTAKA
Tina
Tuslina. 2012. Perkembangan Anak Berkebutuhan Khusus di Indonesia http://edukasi.kompasiana.com/2012/05/20/perkembangan-pendidikan-anak-berkebutuhan-khusus-di-indonesia-463559.html.
Diunduh : 20 Juni 2014
Lilis Setyaningsih .
2013. Pentingnya Pendidikan Inklusi Bagi Calon Guru http://liliezsticcerzgurujugapunyacitacita.blogspot.com/2013/07/pentingnya-pendidikan-inklusi-bagi.html.
. Diunduh : 20 Juni 2014
Shinta
Ratna Cahyani
. 2013. Anak Berkebutuhan Khusus. http://ratnashintaa.
blogspot.com/2013/01/anak-berkebutuhan-khusus_4974.html
Diunduh : 20 Juni 2014
1 komentar:
boleh capas sebagai refrensi ya....
Posting Komentar